viva hidayah dengan implementasi interkoneksi SMS (Short Message Service) yang
diterapkan mulai 1 Juni pukul 00.00 WIB, pemerintah berharap ada
peningkatan layanan dari operator dan juga berkurangnya pesan singkat
spam.
Kepala Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika, Gatot S. Dewabroto, mengatakan mulai hari ini ada mekanisme baru, yaitu SMS berbasis biaya.
”Malam ini mulai berlaku biaya interkoneksi Rp 23 per SMS untuk operator penerima SMS. Kualitas layanan bisa menjadi lebih bagus,” kata Gatot, Kamis (31/5).
Kebijakan interkoneksi berbasis biaya ini diamanatkan oleh Peraturan Menteri Kominfo No. 8/2006 tentang interkononeksi.
Khusus layanan SMS, pada saat itu para penyelenggara sepakat untuk menggunakan Sender Keep All (SKA) alias terminasi SMS tidak berbayar, artinya pihak penyelenggara telekomunikasi yang menerima SMS tidak memperoleh tarif, karena sepenuhnya adalah hak penyelenggara yang mengirimkan SMS.
Kebijakan Kementerian Kominfo ini bertujuan untuk memberikan keadilan bagi industri, tepatnya bagi penyelenggara yang jaringannya digunakan untuk menyalurkan trafik SMS. Sehingga, iklim kompetisi industri telekomunikasi dapat menjadi lebih baik.
Kebijakan ini juga diharapkan dapat mengurangi SMS yang tidak diinginkan (spam) dan penipuan lewat SMS yang selama ini banyak merugikan masyarakat seperti tawaran Kredit Tanpa Agunan atau ”Mama Minta Pulsa”.
”SMS semacam itu nantinya akan jauh berkurang, tapi tidak hilang sama sekali,” kata Gatot.
Hal itu karena, dengan mekanisme yang baru ini, operator tidak akan dengan mudah menetapkan tarif gratis. Selama ini SMS gratis yang disediakan operator kebanyakan menggunakan tarif promo. Dengan mekanisme interkoneksi ini, operator akan berhitung.
”Kalau ini digratiskan, misalnya operator A mengirim sms gratis ke operator B. Itu sama saja punya hutang dengan operator B karena sekarang operator B berhak mendapatkan biaya Rp 23 per satu sms. Sekarang, kalikan saja berapa juta SMS yang dikirimkan dikalikan Rp23,” ujarnya.
Jumlahnya bisa sangat besar karena dalam satu hari, pada satu operator besar ada 400-500 juta SMS per hari untuk per operator.
Dengan sistem yang baru ini, Gatot menambahkan, tidak lantas tarif SMS menjadi mahal.
Menurutnya, Kementerian Kominfo tidak berwenang menaikkan tarif retail SMS. Namun jika ada operator yang akan menaikkan tarif retailnya itu menjadi strategi bisnis mereka.
”Bagi operator, menaikkan tarif itu sangat sensitif dan tidak populer. Apalagi pelanggan prabayar ada sebesar 94 persen. Jika mereka menaikkan tarif tinggi pasti pelanggan akan lari ke operator yang lebih murah,” kata Gatot.
Kepala Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika, Gatot S. Dewabroto, mengatakan mulai hari ini ada mekanisme baru, yaitu SMS berbasis biaya.
”Malam ini mulai berlaku biaya interkoneksi Rp 23 per SMS untuk operator penerima SMS. Kualitas layanan bisa menjadi lebih bagus,” kata Gatot, Kamis (31/5).
Kebijakan interkoneksi berbasis biaya ini diamanatkan oleh Peraturan Menteri Kominfo No. 8/2006 tentang interkononeksi.
Khusus layanan SMS, pada saat itu para penyelenggara sepakat untuk menggunakan Sender Keep All (SKA) alias terminasi SMS tidak berbayar, artinya pihak penyelenggara telekomunikasi yang menerima SMS tidak memperoleh tarif, karena sepenuhnya adalah hak penyelenggara yang mengirimkan SMS.
Kebijakan Kementerian Kominfo ini bertujuan untuk memberikan keadilan bagi industri, tepatnya bagi penyelenggara yang jaringannya digunakan untuk menyalurkan trafik SMS. Sehingga, iklim kompetisi industri telekomunikasi dapat menjadi lebih baik.
Kebijakan ini juga diharapkan dapat mengurangi SMS yang tidak diinginkan (spam) dan penipuan lewat SMS yang selama ini banyak merugikan masyarakat seperti tawaran Kredit Tanpa Agunan atau ”Mama Minta Pulsa”.
”SMS semacam itu nantinya akan jauh berkurang, tapi tidak hilang sama sekali,” kata Gatot.
Hal itu karena, dengan mekanisme yang baru ini, operator tidak akan dengan mudah menetapkan tarif gratis. Selama ini SMS gratis yang disediakan operator kebanyakan menggunakan tarif promo. Dengan mekanisme interkoneksi ini, operator akan berhitung.
”Kalau ini digratiskan, misalnya operator A mengirim sms gratis ke operator B. Itu sama saja punya hutang dengan operator B karena sekarang operator B berhak mendapatkan biaya Rp 23 per satu sms. Sekarang, kalikan saja berapa juta SMS yang dikirimkan dikalikan Rp23,” ujarnya.
Jumlahnya bisa sangat besar karena dalam satu hari, pada satu operator besar ada 400-500 juta SMS per hari untuk per operator.
Dengan sistem yang baru ini, Gatot menambahkan, tidak lantas tarif SMS menjadi mahal.
Menurutnya, Kementerian Kominfo tidak berwenang menaikkan tarif retail SMS. Namun jika ada operator yang akan menaikkan tarif retailnya itu menjadi strategi bisnis mereka.
”Bagi operator, menaikkan tarif itu sangat sensitif dan tidak populer. Apalagi pelanggan prabayar ada sebesar 94 persen. Jika mereka menaikkan tarif tinggi pasti pelanggan akan lari ke operator yang lebih murah,” kata Gatot.
No comments:
Post a Comment